Powered By Blogger

Minggu, 03 Januari 2010

TINGKATKAN DAYA SAING INDONESIA ELALUI MIGAS

Indonesia sekitar tahun 1972-1979 pernah mencapai angka produksi minyak 1106 juta barrel per hari. Namun, jumlah itu kini sudah menurun drastis, dikhawatirkan tahun 2021 hanya tersisa 200 ribu barrel.

antri-bbm-ipnu-nalumsari-jepara-jawa-tengah1

Seperti yang kita ketahui bersama, migas merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. “Pada era 1970 -1990an Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai produksi minyak bumi cukup besar, terutama pada tahun 1977 dengan jumlah produksi mencapai sekitar 1,60 juta barel per hari dan tahun 1995 dengan jumlah produksi 1,62 juta barel per hari” (Indonesia Environment Consultan). Namun kini produksi minyak dan gas lambat laun mengalami penurunan secara alami hingga mencapai kisaran penurunan antara 5 hingga 15 % per tahun dari total produksi yang ada. Cadangan minyak bumi di Indonesia cenderung menurun secara alami dan pada saat ini jumlah cadangan yang ada mencapai 8,3 milyar barel yang terdiri atas : 4,3 milyar barel terbukti dan 4 milyar barel potensial. Jumlah cadangan ini dapat diproduksi untuk jangka waktu 20 tahun dan dikhawatirkan nanti tinggal 200 ribu barrel Indonesia.

Semenjak harga minyak mengalami krisis pada tahun 1998, kegiatan dan pengeluaran biaya eksplorasi dan produksi saat itu menurun secara drastis sehingga produksi minyak bumi mengalami penurunan secara alami. Pada saat ini target APBN tahun 2004 produksi minyak bumi Indonesia adalah 1 juta 72 ribu barel/hari. Apalagi Sebagian besar cadangan minyak bumi Indonesia masih tersebar di bagian Indonesia bagian barat, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera. Sedangkan potensi wilayah Indonesia bagian timur belum banyak ditemukan cadangan baru, terutama di daerah terpencil dan laut dalam. Tantangan target ini tidaklah ringan, sehingga terus dilakukan upaya-upaya penambahan produksi untuk mencapai target tersebut, disamping dilakukannya kegiatan eksplorasi di lapangan-lapangan baru di daerah Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, dan daerah lainnya. Mengingat Lapangan di Indonesia sendiri tergolong lapangan yg sudah tua ( Brown Field atau Mature Field). Biasanya pada saat lapangan ditemukan dan minyak mulai diproduksikan dengan natural drive mechanism (solution Gas drive, Gas Cap Drive atau Water driver/Aquifer),Umumnya Ultimate Recovery Factor yg bisa diperoleh dari primary recovery adalah sekitar 15- 20 % dari cadangan minyak yg ada di reservoir. Setelah itu biasanya produksi minyak akan mulai menurun.


Dirut PT Rekayasa Industri Triharyo Susilo pun mengatakan lifting minyak yang terus menurun dalam beberapa tahun terakhir dan menyebabkan Indonesia harus mengimpor minyak. Mempertimbangkan hal-hal di atas Indonesia haruslah membenah diri. Banyak upaya yang dapat kita lakukan, salah satunya Impelmentasi Enhanced Oil Recovery yang dapat menjaga tingkat produksi sumur minyak dan gas agar tetap stabil. Kekhawatiran 2021 nanti tinggal 200 ribu barrel Indonesia tidak perlu terjadi, Karena menurut hasil penyelidikan, Indonesia masih memiliki banyak titik baik di darat (on shore) maupun lepas pantai (off shore) yang telah terbukti mengandung migas.


Implementasi Enhanced Oil Recovery (disingkat EOR) adalah istilah umum teknik-teknik dalam meningkatkan jumlah minyak mentah yang dapat diekstraksi dari ladang minyak. Dengan Menggunakan EOR, 30-60% atau lebih reservoir minyak asli dapat diekstraksi dibandingkan dengan 20-40% menggunakan primer dan sekunder pemulihan. Enhanced oil recovery sendiri dapat dicapai dengan injeksi gas, injeksi kimia, ultrasonik stimulasi, mikroba injeksi, atau pemulihan termal (yang termasuk siklus uap, steamflooding, dan fireflooding). Injeksi gas sendiri yang paling umum digunakan untuk meningkatkan pemulihan. Suatu gas disuntikkan ke dalam minyak-bantalan dibawah tekanan tinggi. Tekanan yang mendorong minyak ke dalam pipa dan naik ke permukaan. Selain efek yang menguntungkan dari tekanan, metode ini kadang-kadang bantu pemulihan dengan mengurangi viskositas dari minyak mentah sebagai gas bercampur dengan itu. Dalam metoda ini, gas-gas seperti karbon dioksida, gas alam atau nitrogen diinjeksikan kedalam reservoir sehingga akan menekan minyak kedalam sumur produksi. Selain itu gas-gas yang diinjeksikan akan terdispersi kedalam minyak mampu menurunkan kekentalan minyak sehingga menjadi mudah dalam pemompaannya.


JIka menggunakan injeksi kimia yaitu dengan injeksi polimer, yang dapat mengurangi minyak mentah viskositas atau meningkatkan viskositas air yang disuntikkan untuk memaksa keluar, lain halnya Stimulasi Ultrasonik yaitu menggunakan kekuatan tinggi dari getaran ultrasonik piezoelektrik unit getaran diturunkan ke dalam drillhead, untuk “mengguncang” tetesan minyak dari batu matriks, sehingga memungkinkan mereka untuk bergerak lebih bebas ke arah drillhead. Injeksi mikroba yaitu menggunakan mikroba. Nutrisi yang disuntikkan ke dalam tanah untuk memelihara tubuh mikroba yang ada; gizi ini menyebabkan bakteri untuk meningkatkan produksi surfaktan alam mereka biasanya digunakan untuk mengolah minyak mentah di bawah tanah. Setelah menyuntikkan zat gizi yang dikonsumsi, mikroba masuk ke modus dekat-shutdown, eksterior mereka menjadi hidrofilik, dan mereka bermigrasi ke antarmuka minyak-air daerah, di mana mereka menyebabkan tetesan minyak untuk membentuk minyak dari massa yang lebih besar, membuat tetesan lebih mungkin untuk bermigrasi untuk kepala sumur.


Penerapan EOR umumnya memang memerlukan biaya investasi yg tinggi serta memerlukan biaya riset yang cukup mahal dalam menentukan design EOR yg sesuai dengan karakteristik lapangan. Di Indonesia sendiri beberapa perusahaan di indonesia mulai melakukan EOR di Indonesia seperti CPI (Steam injection di Duri dan Surfactant Pilot Injection di Minas), dan Medco (Surfactant Injection di Kaji /Semoga, dan CO2 Injection di Jene). Namun salah satu kendala masalah yang dihadapi yaitu implementasi EOR di Indonesia adalah birokrasi yg berbelit belit terutama dalam hal approval dan pengadaan barang.


Indonesia gemah ripah loh jinawi, Indonesia perlu membenah diri akan hal ini. Daya saing Indonesia bukan hanya potensi yang dimiliki, namun bagaimana cara mengolah potensi tersebut. Meningkatnya produksi migas, secara langsung akan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia, sebab migas adalah komoditi tulang punggung ekonomi Indonesia .


Dengan menerapkan EOR ini diharapkan Indonesia bukan lagi menjadi pengimpor minyak dan gas, namun lebih menjadi penghasil dan pengekspor minyak yang berdaya saing. Kita tidak perlu lagi kekurangan minyak dan gas, tidak lagi khawatir di tahun 2021 nanti tinggal 200 ribu barrel Indonesia, tidak lagi pengimpor karena kekurangan minyak dan gas di Indonesia, tidak lagi antri minyak tanah dan gas, PLN yang sering padam yang menghambat kantor-kantor dan pabrik beroperasi, gencar mengekspor namun kita sendiri kekurangan. :) Semua itu bisa berubah, asal negara Indonesia sadar dan memperbaiki birokrasi.

1 komentar:

  1. artikel yang menarik .. :)
    kalau boleh tahu lebih bnayak, kebetulan sy mau ambil TA ttg EOR khususnya MEOR [microbial enhanched oil recovery].. untuk ke depannya kira2 bagaimana dengan teknologi MEOR kak? karena sepertinya perusahaan/ industri minyak tidak terlalu tertarik dgn MEOR .. terimakasih kak

    cici - biologi ugm :)

    BalasHapus